Hai pembaca setia, apakah kamu pernah mendengar tentang agama Bashar al-Assad? Pria yang menjadi pemimpin Suriah ini tidak hanya dikenal sebagai sosok kontroversial, tapi juga memiliki keyakinan agama yang unik. Berikut ini ada 10 fakta menarik seputar agama Bashar al-Assad yang bisa bikin kamu kaget. Yuk simak pembahasannya!
Agama Bashar al-Assad: Keyakinan Pemimpin Suriah yang Kontroversial
Bashar al-Assad, pemimpin Suriah saat ini, masih menuai kontroversi terkait keyakinannya. Ia dilahirkan sebagai seorang Muslim Sunni dalam sebuah keluarga yang taat beragama di Damaskus pada tahun 1965. Namun, terdapat dugaan bahwa ia sebenarnya menganut agama Syi’ah Alawi, sebuah denominasi yang biasanya tidak diakui sebagai Islam oleh sebagian kaum Muslim.
Meski Bashar al-Assad tidak pernah secara resmi mengakui keyakinannya sebagai seorang Syi’ah Alawi, beberapa tindakannya selama menjabat sebagai presiden Suriah menimbulkan keraguan di tengah masyarakat Muslim dan dunia internasional. Berikut ini sejarah singkat tentang keyakinan agama Bashar al-Assad yang kontroversial.
Sejarah Awal
Pada awal mulanya, keluarga Assad memang dikenal sebagai keluarga Muslim Sunni. Ayah Bashar, Hafez al-Assad, bahkan merupakan seorang Muslim Sunni yang taat dan dianggap sebagai pemimpin Suriah yang kuat selama bertahun-tahun.
Namun, setelah naik tahta sebagai pemimpin Suriah pada tahun 2000 menggantikan ayahnya, sejumlah kebijakan yang diambil oleh Bashar al-Assad mulai menimbulkan keraguan. Salah satu hal yang memicu keraguan tersebut adalah ketidakjelasan keyakinan agamanya, yang sebelumnya tidak pernah terjalin di dalam keluarga Assad.
Riwayat Pengaruh Iran
Selama menjabat sebagai presiden Suriah, Bashar al-Assad menganggap Iran sebagai sekutu penting baginya dan mengeksploitasi hubungan tersebut. Meski ia tidak secara resmi mengumumkan keyakinannya sebagai Syi’ah Alawi, kebijakan luar negerinya telah memberikan kesan dukungan pada gerakan Syi’ah.
Bentuk dukungan tersebut terutama tampak saat ia membantu kelompok Hezbollah di Lebanon dan mempertahankan kekuasaan dengan dukungan Iran selama masa perang saudara Suriah. Bashar al-Assad juga berhasil memanfaatkan krisis Suriah sebagai alat untuk memperkuat hubungan syi’ahnya dengan Iran.
Polemik di Antara Ummat Muslim
Di tengah masyarakat Muslim, keyakinan agama Bashar al-Assad menimbulkan polemik yang cukup kompleks. Sebagian kalangan menolak keyakinannya, sementara sebagian lainnya menganggapnya sebagai sesama muslim.
Sekalipun demikian, polemik mengenai agama Bashar al-Assad tak bisa dipisahkan dari konflik politik dan kekuasaan yang telah terjadi di Suriah selama bertahun-tahun. Sebab, agama sering kali digunakan sebagai alat untuk membentuk persepsi masyarakat dan menguatkan kekuatan politik, namun pada akhirnya tidak mampu mengendalikan konflik yang terjadi.
Kesimpulan
Tentang keyakinan agama Bashar al-Assad, karena tidak pernah secara resmi diumumkan maka masih perlu untuk terus diverifikasi. Kendati demikian, beliau dianggap oleh sebagian kalangan sebagai Syi’ah Alawi yang telah mendapatkan dukungan Iran, dan ini sangat kontroversial apalagi bagi mayoritas Muslim Sunni. Perlu disadari bahwa keyakinan agama tidak selalu identik dengan kualitas kepemimpinan seseorang, dan pembicaraan mengenai agama harus disikapi dengan bijak.
Pandangan Alawi Terhadap Islam
Agama Bashar al Assad berdasarkan pada tradisi Islam Syiah namun memiliki beberapa perbedaan dalam pandangan keagamaan. Mereka adalah kelompok minoritas di Suriah, sekitar 12% dari keseluruhan populasi, namun memiliki kekuatan politik dan militer yang signifikan. Kelompok ini memegang banyak posisi kunci dalam pemerintahan dan sistem keamanan Suriah. Mereka dikenal sebagai Alawiyin atau Nusairi.
Perbedaan dengan Sunni dan Syiah
Salah satu perbedaan utama antara Alawiyin dan Sunni serta Syiah adalah dalam pandangan keagamaan mereka. Alawiyin mengkombinasikan elemen-elemen dari beberapa agama lain seperti Kristen, Platonisme, Zoroastrianisme, dan Gnostisisme. Hal ini membuat pandangan keagamaan kelompok ini memiliki perbedaan signifikan dengan Sunni dan Syiah.
Meski Alawiyin mengaku sebagai sekte Syiah, namun pandangan mereka dalam pemahaman ajaran-ajaran Islam cukup berbeda dengan kebanyakan orang Syiah. Alawiyin menolak prinsip-prinsip Syiah yang fundamental seperti Mazhab Jafari dan Taklid. Mereka memiliki pandangan terhadap agama Islam Syiah yang lebih luas dan fleksibel.
Alawi memiliki pandangan mistik dan sangat melihat Al-Qur’an sebagai simbol-simbol yang mengandung makna-makna dalam pandangan mereka. Mereka juga percaya pada reinkarnasi, kebangkitan, dan keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan agama. Pandangan mereka sangat berbeda dengan pandangan Sunni dan Syiah yang cenderung konservatif dalam hal ini.
Di Suriah, Alawiyin dituduh oleh sebagian umat Muslim Sunni sebagai tidak mempraktekkan ajaran Islam yang benar. Alawiyin sering dianggap sebagai aliran sesat oleh sebagian orang Sunni. Namun, pendapat ini dibantah oleh para ulama Alawiyin, yang menyatakan bahwa ajaran mereka berdasarkan pada interpretasi mistik yang dalam dan memiliki dasar-dasar teologis yang kuat.
Pengaruh dan kekuasaan politik Alawiyin di Suriah sejak era Hafizh al-Assad (ayah Bashar al-Assad) membuat pandangan mereka terhadap Islam menjadi semakin diperbincangkan. Meski beberapa kelompok Sunni dan Syiah menganggap pandangan mereka sebagai ketidakwarasan atau bahkan menyimpang, tetapi Alawiyin masih tetap bertahan dengan keyakinan mereka. Kelompok ini menjadi bagian penting dalam identitas Suriah dan memiliki peranan penting dalam dinamika politik dan sosial di negara itu.
Dampak Keyakinan Alawi terhadap Rezim Assad dan Suriah
Keyakinan agama memainkan peran penting dalam politik dan konflik di Timur Tengah. Beragam agama dan kepercayaan mempengaruhi pandangan politik dan konflik yang terjadi. Salah satu keyakinan agama yang berdampak besar terhadap Suriah adalah Alawi.
Pengaruh Politik
Alawi yang memegang kekuasaan di Suriah, termasuk keluarga Assad, dianggap melakukan diskriminasi terhadap Muslim Sunni, Kokh, Druze dan kelompok minoritas lainnya. Pandangan anti Sunni dianggap menambah ketegangan diantara mereka. Dalam konflik Suriah, beberapa kelompok Sunni menentang rejim Assad karena alasan agama dan ketidakpuasan politik.
Namun, tidak semua Alawi mendukung rezim Assad. Ada sebagian Alawi yang memilih untuk bergabung dengan kelompok pemberontak. Mereka memilih bergabung dengan pemberontak karena pandangan mereka terhadap keyakinan agama. Bagi mereka, persamaan keyakinan agama lebih penting daripada nasionalitas atau kebangsaan.
Dampak Sosial
Perbedaan keyakinan agama di Suriah memperburuk krisis kemanusiaan yang terjadi. Dalam konflik yang sedang berlangsung, jutaan orang dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka. Banyak yang ditempatkan di daerah-daerah yang relatif aman untuk mencari perlindungan. Namun, keberadaan mereka di daerah yang berbeda seringkali berdampak pada lingkungan sosial.
Misalnya, beberapa komunitas Alawi dan Sunni dipisahkan oleh perang. Beberapa keluarga terpaksa meninggalkan rumah mereka di daerah-daerah yang sebelumnya secara historis dihuni oleh kelompok yang berbeda. Pada tingkat yang lebih kecil, gejolak sosial yang terjadi berkontribusi pada meningkatnya konflik di Suriah.
Konsekuensi Ekonomi
Perang di Suriah juga berdampak pada ekonomi negara. Hampir sebagian besar infrastruktur Suriah yang penting untuk kehidupan sehari-hari telah rusak dalam konflik yang berkepanjangan. Dampak ini mempengaruhi semua orang yang tinggal di Suriah, tanpa terkecuali.
Bagi warga Suriah, perang telah menghentikan aktivitas ekonomi mereka. Tidak hanya pengusaha, tapi juga pekerja tradisional yang hidup dari hasil pertanian atau jasa. Perang menciptakan kekacauan ekonomi dan membawa penderitaan bagi orang banyak.
Perang juga telah memperparah masalah politik dan sosial yang sudah ada sebelumnya. Sulit untuk memprediksi seberapa lama konflik akan terus berlanjut. Namun, yang pasti, keyakinan agama dan politik akan terus berkontribusi pada konflik di Suriah.