Selamat datang para pembaca setia, kali ini kita akan membahas fakta menarik mengenai mayoritas penduduk Jepang memeluk agama. Mungkin untuk sebagian besar orang mengetahui Jepang sebagai negara yang didominasi oleh budaya dan tradisi Shinto dan Buddha. Namun, apakah benar begitu? Mari kita temukan jawabannya bersama-sama!
Mayoritas Penduduk Jepang Menganut Agama
Mayoritas penduduk Jepang mengidentifikasi diri mereka sebagai pengikut Buddhisme yang merupakan agama mayoritas di Jepang. Sekitar 70-80% penduduk Jepang mengikuti tradisi agama Buddha yang dibawa dari Tiongkok dan Korea pada abad ke-6. Di bawah Buddhisme, agama Shinto juga menempati tempat istimewa dalam masyarakat Jepang. Shinto bukanlah agama resmi Jepang, tetapi sejak zaman kuno, Shinto dan Buddhisme telah tercampur dan saling mempengaruhi sehingga sulit untuk membedakan keduanya.
Agama yang Paling Banyak Dianut Penduduk Jepang
Buddhisme merupakan agama utama yang banyak dianut oleh penduduk Jepang. Dalam agama ini, ada beberapa aliran seperti Tendaishu, Shingon, Jodo, dan Zen. Dalam kepercayaan Zen, mereka meyakini manusia dapat mencapai keseimbangan dalam kehidupan dengan meditasi. Sementara itu, aliran Tendaishu dan Shingon memiliki kepercayaan pada dewa-dewi dan dianggap sebagai agama esoterik.
Selain Buddha, agama Shinto juga turut menjadi agama yang banyak dianut oleh penduduk Jepang. Di Jepang, agama ini memiliki kepercayaan pada roh yang ada di alam. Berbagai kuil Shinto tersebar di seluruh penjuru negeri sebagai tempat ibadah dan ziarah.
Masuknya Agama Baru di Jepang
Di samping Buddhisme dan Shinto, ada beberapa agama baru yang mulai masuk dan berkembang di Jepang. Salah satu di antaranya adalah agama Kristen. Sejarah kelembutan Jepang setelah Perang Dunia II mendorong kehadiran agama ini. Salah satu denominasi Kristen yang hadir di Jepang adalah Katolik Roma, tetapi jumlah pengikutnya cukup sedikit.
Agama lainnya yang masuk ke Jepang adalah Islam. Seiring berkembangnya hubungan perdagangan dengan negara-negara Islam, maka agama Islam masuk ke Jepang dan menjadi agama yang cukup populer di kalangan penduduk asli maupun imigran. Di Jepang, umat Islam dapat menjalankan ibadah di masjid yang tersebar di sekitar Tokyo dan di daerah lainnya.
Selain agama agama baru tersebut, ada juga masyarakat Jepang yang mencoba agama Buddha Tibet. Agama ini adalah ajaran agama Buddha yang berasal dari Tibet. Dalam ajaran Buddha Tibet, mereka meyakini adanya Makhluk Sengsara dan Makhluk yang Adil, yang mengajarkan tentang sifat-sifat spiritual yang ada dalam manusia.
Toleransi dalam Beragama di Jepang
Jepang dikenal sebagai negara multinasiona dengan toleransi tinggi dalam beragama. Walaupun Buddhisme dan Shinto adalah agama mayoritas, masyarakat Jepang tetap membuka kesempatan bagi agama lain untuk berkembang. Hal ini terlihat dari keberadaan gereja-gereja Kristen, masjid dan kuil Buddha Tibet yang tersebar di seluruh penjuru Jepang.
Sama halnya dengan agama Islam, penduduk Jepang memiliki kesediaan untuk mengakomodasi kebutuhan umat Islam. Restoran dan toko-toko setempat menyediakan menu halal bagi umat Islam, dan sarana transportasi umum juga menyediakan ruang khusus bagi mereka yang ingin beribadah.
Secara keseluruhan, mayoritas penduduk Jepang mengidentifikasi diri mereka sebagai pengikut Buddhisme dan Shinto. Namun, Jepang masih membuka diri bagi agama lain untuk masuk dan berkembang di negaranya.
Asal-Usul Buddhisme dan Shinto di Jepang
Di Jepang, mayoritas penduduknya menganut agama Buddha dan Shinto. Agama Buddha masuk ke Jepang pada abad ke-6 dan berasal dari India, sedangkan Shinto adalah agama asli Jepang yang telah diyakini selama ribuan tahun.
Asal-Usul Buddhisme di Jepang
Buddhisme masuk ke Jepang melalui Korea pada saat pemerintahan Kaisar Kimmei pada tahun 538 Masehi. Awalnya, agama ini tidak diterima dengan baik oleh masyarakat Jepang karena dianggap menimbulkan konflik dengan agama asli Jepang, yaitu Shinto. Namun, pada abad ke-7, seorang pangeran bernama Shotoku Taishi memberikan dukungan kuat terhadap pengembangan agama Buddha, yang akhirnya memperoleh pengakuan dan pengaruh yang besar di Jepang.
Asal-Usul Shinto di Jepang
Shinto adalah agama asli Jepang yang telah diyakini selama ribuan tahun. Meskipun tidak memiliki pendiri atau kitab suci tertulis, agama ini memiliki keyakinan dalam berbagai dewa dan roh yang ada di sekitar mereka, seperti dewa matahari Amaterasu, dewa samurai Hachiman, dan dewa laut dan badai Susano-o. Masyarakat Jepang juga memperlihatkan rasa hormat kepada leluhur mereka melalui upacara-upacara Shinto, seperti upacara kematian dan pernikahan.
Pengaruh Buddhisme dan Shinto dalam Kehidupan Masyarakat Jepang
Buddhisme dan Shinto memiliki pengaruh yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Jepang. Meskipun mayoritas penduduk Jepang menganut agama Buddha, banyak di antara mereka yang juga percaya dan menghormati agama Shinto. Buddhisme lebih umum dalam upacara pernikahan dan pemakaman, sementara Shinto digunakan dalam perayaan-perayaan tahunan seperti Tahun Baru dan Obon, serta dalam kehidupan sehari-hari seperti mengunjungi kuil Shinto untuk berdoa.
Buddhisme juga memberikan nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan masyarakat Jepang, seperti rasa hormat terhadap orang tua dan leluhur, penghormatan terhadap kehidupan dan alam, serta kesederhanaan dalam gaya hidup. Nilai-nilai ini sangat dipengaruhi oleh agama Buddha yang banyak mengajarkan tentang kebijaksanaan hidup dan pemikiran filosofis.
Sementara itu, Shinto juga memberikan nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat Jepang, seperti rasa hormat terhadap leluhur dan alam, memelihara kesucian diri dan lingkungan sekitar, serta menghargai kebersamaan dan persatuan. Agama ini juga memainkan peran penting dalam memperkuat identitas budaya Jepang, terutama melalui tradisi dan upacara-upacara yang dipraktikkan oleh masyarakat Jepang.
Agama Baru di Jepang
Kristen di Jepang
Kristen masuk di Jepang pada abad ke-16 melalui orang-orang Portugis dan Spanyol. Pada saat itu, proses kristenisasi ini mendapatkan penghalang ketika pemerintah Jepang melarang masuknya kepercayaan baru dan menerapkan hukuman mati bagi orang yang menerima ajaran kristen.
Namun, perkembangan kristen mulai meningkat kembali pada abad ke-19. Pada saat ini, jumlah umat Kristen di Jepang hanya sekitar 1%, di mana denominasi Katolik dan Protestan memiliki jumlah umat yang seimbang.
Meskipun minoritas, komunitas Kristen melalui Yayasan Kristen Jepang (JCF) terus bekerja untuk melayani masyarakat Jepang dengan menyediakan program-program sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Islam di Jepang
Meskipun tingkat penerimaan agama Islam oleh orang Jepang maka sukar untuk diukur, namun Islam mulai dikenal pada abad ke-19 melalui pedagang asal Timur Tengah. Saat ini, hanya sekitar 0,2% penduduk Jepang yang beragama Islam.
Meskipun jumlahnya kecil, maraknya produk halal di Jepang memberikan pengaruh dalam penyebaran Islam di negeri tersebut. Banyak toko-toko besar yang mulai menjual produk halal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang membutuhkan dan memperlihatkan inklusi bagi pemeluk agama tersebut.
Meskipun cenderung menjadi golongan minoritas, komunitas Muslim di Jepang masih bisa mendapatkan dukungan dari beberapa organisasi Islam yang disediakan oleh komunitas Muslim, di antaranya adalah Asosiasi Muslim Jepang dan Federasi Islam Jepang.
Aum Shinrikyo
Aum Shinrikyo adalah organisasi keagamaan baru di Jepang yang berkembang pada akhir abad ke-20. Kelompok ini didirikan pada tahun 1984 di kota Kamikuishiki di Prefektur Yamanashi oleh Shoko Asahara, orang yang percaya dirinya sebagai guru spiritual dan berdakwah bahwa pengikutnya akan melihat kebenaran melalui pengalaman pribadi.
Aum Shinrikyo terkenal karena aksi terorisme yang mereka lakukan saat menyerang stasiun bawah tanah di Tokyo pada tahun 1995, yang menyebabkan kematian 13 orang dan luka-luka ribuan orang lainnya. Kelompok ini kemudian dilarang oleh pemerintah Jepang dan pemimpinnya, Shoko Asahara, dihukum mati pada tahun 2018 atas tuduhan berpartisipasi dalam aksi terorisme dan berbagai kejahatan lainnya.
Karena tindakan kontroversial kelompok ini dan media massa yang meragukan hal ini, masyarakat Jepang menjadi skeptis dan enggan untuk mempercayai agama baru atau organisasi keagamaan lainnya. Sejak saat itu, pemerintah Jepang lebih berhati-hati dalam menanggapi organisasi keagamaan baru yang muncul dalam masyarakat.
Ngomong-ngomong tentang agama, sepertinya mayoritas orang Jepang bukan terlalu memikirkannya, ya. Meskipun sejarah agama-agama seperti Shinto dan Buddhism sangat kental di Jepang, banyak dari penduduknya mengaku tidak memeluk agama tertentu dan cenderung mengikuti tradisi-tradisi yang terkait dengan kepercayaannya tersebut. Tapi tentu saja, hal ini tidak menghalangi mereka untuk berprasangka baik dan saling menghormati satu sama lain. Sebagai pengguna teknologi modern yang hidup di era global, mari kita juga belajar memperlakukan satu sama lain dengan baik dan saling menghormati, ya.
Bagaimana menurut kamu tentang pengaruh agama-agama di Indonesia? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!